Pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan tentang perkembangan kebudayaan hindu budha,barat dam islam di indonesia
KEBUDAYAAN HINDU BUDHA DI INDONESIA
Agama dan kebudayaan Hindu–Buddha lahir dan berkembang di India. Agama dan kebudayaan Hindu–Buddha mewarnai kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik masyarakat India. Agama dan kebudayaan Hindu di India mencapai puncak kejayaan semasa pemerintahan Candragupta dari Dinasti Maurya. Agama Buddha mencapai puncak kejayaannya semasa pemerintahan Raja Ashoka.
Dari India, agama dan kebudayaan Hindu–Buddha kemudian berkembang ke Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk juga ke Indonesia.
Masuknya agama dan kebudayaan Hindu – Budha di Indonesia tidak terlepas dari hubungan perdagangan antara kerajaan- kerajaan yang ada di Indonesia dengan dunia luar. Terutama India dan China. Hal ini bisa dilahat dari beberapa sumber sejarah, yang terbagi dalam 2 sumber yaitu :
- Sumber Ekstern atau sumber dari luar
- India
Menurut Van Leur dan Wolters , kegiatan hubungan dagang Indonesia dengan bangsa-bangsa Asia pertama kali dilakukan dengan India, kemudian Cina. Bukti adanya hubungan dagang tersebut dapat diketahui dari kitab Jataka dan kitab Ramayana. Kitab Jataka menyebut nama Swarnabhumi sebuah negeri emas yang dapat dicapai setelah melalui perjalanan yang penuh bahaya. Swarnabhumi yang dimaksud ialah Pulau Sumatra. Kitab Ramayana menyebut nama Yawadwipa dan Swarnadwipa. Menurut para ahli, Yawadwipa (pulau padi) diduga sebutan untuk Pulau Jawa, sedangkan Swarnadwipa (pulau emas dan perak) adalah Pulau Sumatra. Nah, kapan terjadi hubungan dagang antara India dengan Indonesia secara aktif? Kitab Jataka dan kitab Ramayana tidak menyebut secara jelas terjadinya hubungan dagang dengan tempat-tempat di Indonesia. Salah satu kitab sastra India yang dapat dipercaya adalah kitab Mahaniddesa yang memberi petunjuk bahwa masyarakat India telah mengenal beberapa tempat di Indonesia pada abad ke-3 Masehi. - Sumber dari Cina
Kontak hubungan Indonesia dengan Cina diperkirakan telah berkembang pada abad ke-5. Bukti-bukti yang memperkuat hubungan itu di antaranya adalah perjalanan seorang pendeta Buddha, Fa Hien. Pada sekitar tahun 413 M, Fa Hien melakukan perjalanan dari India ke Ye-po-ti (Tarumanegara) dan kembali ke Cina melalui jalur laut Selanjutnya, Kaisar Cina, Wen Ti mengirim utusan ke She-po ( Pulau Jawa). Berdasarkan bukti-bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa pada abad ke-5 telah dilakukan hubungan perdagangan dan pelayaran secara langsung antara Indonesia dan Cina. Barang-barang yang diperdagangkan dari Cina berupa sutra, kertas, kulit binatang berbulu, kulit manis, dan barang-barang porselin. Barangbarang dagangan dari India berupa ukiran, gading, perhiasan, kain tenun, gelas, permata, dan wol halus yang ditukar dengan komoditas dari Indonesia seperti rempah-rempah, emas, dan perak. - Sumber dari Yunani
Keterangan lain tentang adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India, dan Cina dapat diketahui dari Claudius Ptolomeus , seorang ahli ilmu bumi Yunani. Dalam kitabnya yang berjudul Geographike yang ditulis pada abad ke-2, Ptolomeus menyebutkan nama Iabadio yang artinya pulau jelai. Mungkin kata itu ucapan Yunani untuk menyebut Yawadwipa , yang artinya juga pulau jelai. Dengan demikian, seperti yang disebutkan dalam kitab Ramayana bahwa Yawadwipa yang dimaksud ialah Pulau Jawa.
- India
- Sumber Intern
Adanya sumber-sumber dari luar, seperti dari India, Cina dan Yunani, diperkuat adanya sumber-sumber yang ada di Indonesia sendiri. Sumber – sumber sejarah di dalam negeri yang memperkuat adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina, antara lain sebagai berikut.- Prasasti
Prasasti-prasasti tertua di Indonesia yang menunjukkan hubungan Indonesia dengan India, misalnya Prasasti Mulawarman di Kalimantan Timur yang berbentuk yupa. Demikian juga prasasti-prasasti Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Semua prasasti ditulis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. - Kitab-Kitab Kuno
Kitab-kitab kuno yang ada di Indonesia biasanya ditulis pada daun lontar yang ditulis dengan menggunakan bahasa dan tulisan Jawa Kuno yang juga mwerupakan pengaruh dari bahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa. Kemampuan membaca dan menulis ini diperoleh dari pengaruh Hindu dan Buddha. - Bangunan-Bangunan Kuno
Bangunan kuno yang bercorak Hindu ataupun Buddha terdiri atas candi, stupa, relief, dan arca. Banyak peninggalan bangunan-bangunan kuno yang bercorak Hindu atau Buddha di Indonesia. Demikian juga benda-benda peninggalan dinasti-dinasti Cina. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara Indonesia, India, dan Cina. Hubungan dagang Indonesia dengan India dan Cina telah menempatkan Indonesia di kancah perdagangan dan pelayaran masa Kuno. Namun, pengaruh kebudayaan India dan Cina terhadap perkembangan sejarah Indonesia amat berbeda. Hal itu disebabkan dalam perkembangan selanjutnya, para pedagang India di samping berdagang, mereka juga menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu–Buddha. Para brahmana atau pendeta dengan ikut para pedagang berlayar, mereka singgah di daerah-daerah untuk menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha. Dengan demikian, hubungan dagang dengan India telah memunculkan perubahan besar dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia, baik di bidang sosial, budaya, maupun politik sebagai dampak dari persebaran agama dan kebudayaan Hindu– Buddha. Terbukti di Indonesia muncullah kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Buddha yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, seperti Kalimantan, Jawa, Sumatra, dan Bali.
- Prasasti
1. Pembawa Pengaruh Agama dan Kebudayaan Hindu Buddha
Ada beberapa hipotesis tentang masuknya agama dan budaya Hindu–Buddha ke Indonesia, antara lain sebagai berikut.a. Hipotesis Waisya
Hipotesis waisya mengungkapkan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu dibawa oleh golongan pedagang (waisya). Mereka mengikuti angin musim (setengah tahun berganti arah) dan enam bulan menetap di Indonesia dan menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu. Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang umumnya merupakan kelompok pedagang inilah yang berperan besar dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu ke Nusantara.Mereka yang menjadikan munculnya budaya Hindu sehingga dapat diterima di kalangan masyarakat.. Pada saat itu, para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa dan rakyat. Jalinan hubungan itu yang membuka peluang terjadinya proses penyebaran agama dan budaya Hindu. Salah satu tokoh pendukung hipotesis waisya adalah N.J. Krom.
b. Hipotesis Kesatria
Hipotesis kesatria mengungkapkan bahwa pembawa agama dan kebudayaan Hindu masuk ke Nusantara adalah kaum kesatria. Menurut hipotesis ini, pada masa lampau di India terjadi peperangan antar kerajaan. Para prajurit yang kalah perang, kemudian mengadakan migrasi ke daerah lain. Tampaknya, di antara mereka ada yang sampai ke Indonesia dan mendirikan koloni-koloni melalui penaklukan. Mereka menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Salah seorang pendukung hipotesis kesatria adalah C.C. Berg.c. Hipotesis Brahmana
Hipotesis brahmana mengungkapkan bahwa pembawa agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia ialah golongan brahmana. Para brahmana datang ke Nusantara diundang oleh penguasa Nusantara untuk menobatkan menjadi raja dengan upacara Hindu ( abhiseka = penobatan). Selain itu, kaum brahmana juga memimpin upacara-upacara keagamaan dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Pendukung hipotesis ini adalah J.C. van Leur.d. Hipotesis Nasional
Hipotesis nasional mengungkapkan bahwa penduduk Indonesia banyak yang aktif berdagang ke India, pulangnya membawa agama dan kebudayaan Hindu. Sebaliknya, orang-orang Indonesia (raja) mengundang para brahmana dari India untuk menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Jadi, bangsa Indonesia sendiri yang aktif memadukan unsur – unsur kebudayaan India. Banyak pemuda Indonesia yang belajar agama Hindu–Buddha ke India dan setelah memperoleh ilmu, mereka kembali untuk menyebarkan agama di Tanah Air.Terlepas dari hipotesis tersebut , orang-orang Indonesia ikut memegang peranan penting dalam masuknya agama dan budaya India. Orang-orang Indonesia yang memiliki pengetahuan dari pada pendeta India kemudian pergi ke tempat asal guru mereka untuk melakukan ziarah dan menambah ilmu mereka. Sekembalinya dari India dengan bekal pengetahuan yang cukup, mereka ikut serta menyebarkan agama dan budaya dengan memakai bahasa mereka sendiri. Ajaran-ajaran yang mereka sebarkan dapat lebih cepat diterima oleh penduduk. Jadi, proses masuknya budaya India ke Indonesia menjadi lebih cepat dan mudah.
2. Peta alur Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kepercayaan Hindu– Buddha
Pada sekitar abad ke-2 sampai dengan 5 Masehi, diperkirakan telah masuk agama dan kebudayaan Buddha ke Indonesia. Kemudian disusul pengaruh Hindu ke Indonesia pada abad ke-5 Masehi. Agama dan budaya Hindu-Buddha dibawa ke Indonesia oleh para pedagang dan pendeta dari India atau Cina, masuk ke Indonesia mengikuti dua jalur.
a. Melalui Jalur Laut
Para penyebar agama dan budaya Hindu –Buddha yang menggunakan jalur laut datang ke Indonesia mengikuti rombongan kapal-kapal para dagang yang biasa beraktivitas pada jalur India–Cina. Rute perjalanan para penyebar agama dan budaya Hindu Buddha, yaitu dari India menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, kemudian ke Nusantara. Sementara itu, dari Semenanjung Malaya ada yang terus ke Kamboja, Vietnam, Cina, Korea, dan Jepang. Di antara mereka ada yang langsung dari India menuju Indonesia dengan memanfaatkan bertiupnya angin muson barat.b. Melalui Jalur Darat
Para penyebar agama dan budaya Hindu –Buddha yang menggunakan jalur darat mengikuti para pedagang melalui Jalan Sutra , dari India ke Tibet terus ke utara sampai dengan Cina, Korea, dan Jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari India utara menuju Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya kemudian berlayar menuju Indonesia.Perkembangan Agama dan Kebudayaan Hindu–Buddha di Indonesia
1. Bukti-Bukti Proses Interaksi di Beberapa Daerah dengan Hindu–Buddha
Terdapat bukti yang kuat bahwa agama Buddha masuk ke Indonesia pada abad ke-2 Masehi, yakni dengan ditemukannya arca Buddha dari perunggu di Sempaga (Sulawesi Selatan). Arca Buddha ini, merupakan bukti tertua adanya pengaruh budaya India di Indonesia. Penemuan arca itu juga sangat penting sebab memberikan petunjuk kepada kita ke tinggian taraf hidup dan budaya rakyat Indonesia pada waktu itu.Dilihat dari ciri-cirinya, arca tersebut diperkirakan berasal dari langgam Arca Amarawati , India Selatan (abad 2–5 SM). Ada kemungkinan bahwa arca ini merupakan barang dagangan atau mungkin juga barang persembahan sesuai bangunan suci agama Buddha. Arca sejenis juga ditemukan di Jember, Jawa Timur dan di Bukit Siguntang (Sumatra Selatan). Adapunn di Kutai, Kalimantan Timur ditemukan arca Buddha yang memperlihatkan arca seni Gandhara, India Utara.
Penemuan prasasti-prasasti di Kutai dari Raja Mulawarman dan prasasti - prasasti di Tarumanegara dari Raja Purnawarman menunjukkan adanya proses penghinduan. Huruf yang dipakai dalam prasasti-prasasti itu, ialah huruf Pallawa, dengan bahasa Sanskerta. Selain itu, Raja Mulawarman juga sering mengadakan upacara-upacara keagamaan dan mendatangkan brahmana-brahmana dari India. Semuanya ini menunjukkan adanya pengaruh budaya dari India di Indonesia. Pada abad ke-4 Masehi agama dan kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia.
Prasasti-prasasti dari Kerajaan Kutai dan Kerajaan Tarumanegara menunjukkan adanya proses penghinduan. Pada mulanya yang berkembang terlebih dahulu ialah agama Hindu baru kemudian agama Buddha (agama Buddha yang berkembang di Indonesia ialah agama Buddha Mahayana). Hal ini terbukti bahwa raja-raja pertama di Indonesia menganut agama Hindu, seperti Mulawarman dari Kerajaan Kutai dan Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara.
Lama kelamaan kedua agama ini terus berkembang, silih berganti menjadi agama yang paling utama dalam negara. Setelah hidup berdampingan secara damai selama berabadabad, kemudian terjadi sinkretisme di antara keduanya. Hasil sinkretisme tersebut menimbulkan suatu aliran agama baru yang dikenal sebagai agama Siwa- Buddha. Aliran ini berkembang dengan pesat pada abad ke-13 M. Penganut aliran ini, antara lain Raja Kertanegara dan Adityawarman.
2. Perkembangan Tradisi Hindu–Buddha
a. Seni Bangunan
Wujud akulturasi seni bangunan terlihat pada bangunan candi, salah satu contohnya adalah Candi Borobudur yang merupakan perpaduan kebudayaan Buddha yang berupa patung dan stupa dengan kebudayaan asli Indonesia, yakni punden berundak (budaya Megalithikum ).b. Seni Rupa dan Seni Ukir
Akulturasi di bidang seni rupa dan seni ukir terlihat pada Candi Borobudur yang berupa relief Sang Buddha Gautama (pengaruh dari Buddha) dan relief perahu bercadik, perahu besar tidak bercadik, perahu lesung, perahu kora-kora, dan rumah panggung yang di atapnya ada burung bertengger (asli Indonesia). Di samping itu, ragam hias pada candi – candi Hindu–Buddha dan motif-motif batik yang merupakan perpaduan seni India dan Indonesia.c. Aksara dan Seni Sastra
Pengaruh budayaHindu–Buddha salah satunya menyebabkan bangsa Indonesia memperoleh kepandaian membaca dan menulis aksara, yaitu huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Kepandaian baca-tulis akhirnya membawa perkembangan dalam seni sastra. Misalnya, cerita Mahabarata dan Ramayana berakulturasi menjadi wayang "purwa" karena wayang merupakan kebudayaan asli Indonesia.Demikian juga kitab Mahabarata dan Ramayana digubah menjadi Hikayat Perang Pandawa Jaya dan Hikayat Sri Rama, dan Hikayat Maharaja Rahwana. Dalam pertunjukan pewayangan yang merupakan kebudayaan asli Indonesia, isi ceritanya dari India yang bersumber pada kitab Mahabarata dan Ramayana. Munculnya punakawan, seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong adalah penambahan bangsa Indonesia sendiri. Ragam hias pada wayang purwa adalah akulturasi seni India dan Indonesia.
d. Sistem Pemerintahan
Di bidang pemerintahan dengan masuknya pengaruh Hindu maka muncul pemerintahan yang dipegang oleh raja. Semula pemimpinnya adalah kepala suku yang dianggap mempunyai kelebihan dibandingkan warga lainnya( primus interpares ). Raja tidak lagi sebagai wakil dari nenek moyang, tetapi sebagai penjilmaan dewa di dunia sehingga muncul kultus "dewa raja".e. Sistem Kalender
Masyarakat Indonesia telah mengenal astronomi sebelum datangnya pengaruh Hindu–Buddha. Pada waktu itu astronomi dipergunakan untuk kepentingan praktis. Misalnya, dengan melihat letak rasi (kelompok) bintang tertentu dapat ditentukan arah mata angin pada waktu berlayar dan tahu kapan mereka harus melakukan aktivitas pertanian.Kebudayaan Hindu–Buddha yang masuk ke Indonesia telah memiliki perhitungan kalender, yang disebut kalender Saka dengan perhitungan 1 tahun Saka terdiri atas 365 hari. Menurut perhitungan tahun Saka, selisih tahun Saka dengan tahun Masehi adalah 78 tahun.
f. Sistem Kepercayaan
Nenek moyang bangsa Indonesia mempunyai kepercayaan menyembah roh nenek moyang (animisme) juga dinamisme dan totemisme . Namun, setelah pengaruh Hindu– Buddha masuk terjadilah akulturasi system kepencayaan sehingga muncul agama Hindu dan Buddha. Pergeseran fungsi candi. Misalnya fungsi candi di India sebagai tempat pemujaan, sedangkan di Indonesia candi di samping tempat pemujaan juga ada yang difungsikan sebagai makam (biasanya raja/pembesar kerajaan).
g. Filsafat
Akulturasi filsafat Hindu Indonesia menimbulkan filsafat Hindu Jawa.
Misalnya, tempat yang makin tinggi makin suci sebab merupakan tempat
bersemayam para dewa. Itulah sebabnya raja-raja Jawa (Surakarta dan
Yogyakarta) setelah meninggal dimakamkan di tempat-tempat yang tinggi,
seperti Giri Bangun, Giri Layu (Surakarta), dan Imogiri (Yogyakarta).
Sumber: http://www.syahrani.my.id/2013/08/agama-dan-kebudayaan-hindu-budha-di.html
KEBUDAYAAN BARAT DI INDONESIA
Secara timbal balik, tiap peradaban akan berpengaruh satu sama lain. Hukum sosial berlaku bagi semua peradaban. Peradaban yang maju, pada suatu masa, cenderung memiliki perngaruh yang luas bagi peradaban-peradaban lain yang berkembang belakangan.
Perkembangan terknologi, terutama masuknya kebudayaan asing (barat) tanpa disadari telah menghancurkan kebudayaan lokal. Minimnya pengetahuan menjadi pemicu alkulturasi kebudayaan yang melahirkan jenis kebudayaan baru. Masuknya kebudayaan tersebut tanpa disaring oleh masyarakat dan diterima secara mentah. Akibatnya kebudayaan asli masyarakat mengalami degradasi yang sangat luar biasa.
Frans Magnis Suseno dalam bukunya ”Filsafat Kebudayan Politik”, membedakan tiga macam Kebudayaan Barat Modern:
a. Kebudayaan Teknologi Modern
Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.
Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya.
Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat instumental.
b. Kebudayaan Modern Tiruan
Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).
Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.
Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.
c. Kebudayaan-Kebudayaan Barat
Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.
Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya (Suseno; 1992).
Pengaruh Kebudayaan Barat dalam Tatanan Pendidikan Kita
Sebagaimana kita ketahui dan sadari setiap interaksi sosial akan memberikan pengaruh satu dengan yang lain, baik langsung ataupun tidak langsung, sedikit ataupun banyak pengaruh tersebut dapat berbentuk adaptasi yang positif, dalam arti tidak menimbulkan kegoncangan dan permasalahan. Namun tidak jarang dapat merusak dan mencemaskan serta merugikan kebudayaan bangsa yang dihormati dan diamalkan aspek-aspeknya. dalam kehidupan sehari-hari bukan tidak mungkin akan terdesak dan semakin ditinggalkan oleh mereka yang sangat tertarik, bahkan tergila-gila dengan unsur-unsur budaya asing. Kenyataan menunjukan bahwa kadangkala orang timur yang terpesona dengan kebudayaan barat akan hidup dengan pola kebarat-baratan dan antipati terhadap budaya bangsa sendiri.
Salah satu gejala sosial yang paling sederhana, dapat dilihat pada permasalahan perasaan malu. Jika dulu perasaan malu dominan dalam kehidupan masyarakat, namun kini perasaan tersebut semakin menipis dan menguap, sehingga melicinkan mereka untuk melakukan hal-hal yang semula di pandang kurang bahkan tidak pantas. Di antara pengaruh dunia Barat yang tertanam pada bangsa kita, khususnya anak usia sekolah adalah sebagai berikut:
1. Selebmania
Seleb berarti ternama, kesohor atau figur. Selebritis berarti orang ternama, kesohor atau yang dijadikan figur, selebmania berarti pengagung berat tokoh-tokoh ternama tersebut. Tokoh ternama yang dimaksud adalah artis atau mereka yang terjun di dunia hiburan baik sebagai penyanyi, bintang film, sinetron, foto model, peragawati, atau presenter dunia hiburan.
Selebmania, kultusme atau kekaguman yang berlebihan terhadap artis. Sekarang sudah menjadi wabah penyakit baru dikalangan remaja modern, para remaja dengan tanpa melihat moral artis tetap saja tergila-gila dengan sosok artis idolanya. Bahkan tak terbatas sampai di sana, merekapun berlomba meniru artis pujaannya itu.
2. Premium Call
Untuk golongan menengah ke atas terutama mereka yang memiliki jaringan telepon rumah dan headphone, perluang untuk berbuat maksiat terbuka lebar. Dan tak dapat dipungkiri ada juga premium call untuk tujuan positif premium call pada hakekatnya merupakan salah satu kemudahan yang dihasilkan oleh jaringan komunikasi pintar (intellegent network) dilingkungan PT melalui premium call dapat diperoleh berbagai informasi yang mungkin diperlukan masyarakat yaitu informasi yang mungkin diperlukan masyarakat yaitu informasi umum/layanan masyarakat, hiburan, bisnis/ekonomi dan informasi langsung.
Kenyataan di lapangan premium call banyak disalah gunakan kini premium call bukan hanya sebagai alat komunikasi saja. Tetapi bentuk hand phone kini dianggap sebagai asesoris untuk pelengkap penampilan sebagai penambah gaya, modis dan trendy, mereka merasa malu/tidak gaul kalau tidak mempunyai alat tersebut, dan dan mereka tidak mau ketinggalan zaman sehingga apa pun caranya mereka lakukan untuk bisa membeli alat tersebut.
3. Diskotik dan Pub
Diskotik atau Pub sudah dikenal sejak zaman penjajahan. Tempat ini sudah dimafhumi sebagai tempat maksiat. Diskotik bukan saja tempat ajojing atau diskotik tapi juga khalwat, ikhtilat pamer aurat mejeng tak karuan. Bahkan transaksi seks tempat tersebut dikenal pula sebagai tempat mabuk-mabukan dan transaksi narkoba.
4. Punk Club
Kelompok punk muncul pertama kali pada tahun 1975. punk sendiri artinya bahasa slang untuk menyebut penjahat atau perusak, sama seperti pendahulunya. kaum punk juga menyatakan dirinya lewat dandanan pakaian dan rambut yang berbeda. Orang-orang punk menyatakan dirinya sebagai golongan yang anti fashion dengan semangat dan etos kerja semuanya dikerjakan sendiri (do-it yourself) yang tinggi.
Ciri khas dari punk adalah celana jeans sobek-sobek peniti cantel (safety pins) yang dicantelkan atau di kenakan di telinga, pipi, aksesoris lain seperti swastika, kalung anjing, dan model rambut spike-top dan mohican. Model rambut spike-top atau model rambut standar kaum punk sementara model rambut mohican atau biasa disebut dengan mohawk yaitu model rambut yang menggabungkan gaya spike-top dengan cukur di bagian belakang dan samping untuk menghasilkan efek bentuk bulu-bulu yang tinggi, atau sekumpulan krucut. Kadang-kadang mereka mengecet rambutnya dengan warna-warna cerah seperti hijau menyala, pink, ungu dan orange.
Punk adalah kelompok remaja radikal yang menentang berbagai bentuk kemapanan hidup bebas tanpa aturan adalah kehidupan yang didambakannya. Dandanan yang tidak karuan seperti itu bagi mereka sebuah kemajuan. Para orang tua hendaknya dapat membentengi putra-putrinya dengan pondasi moral yang kokoh agar anak tidak terjerumus dalam kelompok berbahaya ini.
5. Narkoba dan Miras
Tidak ada hubungannya narkoba dengan prestasi, gengsi, kemajuan zaman. Apalagi modernisasi narkoba (narkotik dan obat-obatan berbahaya), naza (narkotika dan zat adiktif) atau ada yang menyebut napza (narkotik psikopika dan zat adiktif) adalah produk zahiliyah yang dibuat manusia yang kehilangan sifat kemanusiaannya. Karena itu sangatlah hina remaja yang merasa modern dengan narkoba dan miras, yang saat ini ramai di bicarakan di mana-mana.
Ekses negatif narkoba bukan hanya terbatas pada kesehatan pisik dan psikis si pemakai, tapi juga akan diikuti dengan ekses sosial ekonomi yang sangat merugikan. Perkelahian pelajar, pencurian, perampokan dan kejahatan lainnya. Umumnya ekses dari narkoba dan miras.
Jelaslah bahwa maraknya berbagai jenis narkoba dan miras sekarang ini telah jelas-jelas membunuh para generasi muda yang seharusnya memikul tanggung jawab sebagai generasi penerus.
6. Sek Bebas
Ciri-ciri ideal mewujudkan negeri baldatun thayyibatun warobbun ghafur yang diceritakan sejak dulu, semakin jauh panggang dari api. Cita-cita itu hanya hinggap didunia impian dan sekedar fatamorgana yang indah di pandang, namun realitasnya sangat menyakitkan. Saban hari kebebasan di dengung-dengungkan, namun kenyataannya (kebebasan itu) hanya memperlebar borok masa silam.
Kebobrokan semakin telanjang. Indonesia makin terbelenggu syahwat (harta, tahta dan wanita), kenyataan menjadi malapetaka dan ironisnya, Indonesia semakin tenggelam dalam hubungan syahwat dan bermandikan birahi korupsi, kolusi, nepotisme, perselingkuhan, perzinahan, pelecehan seksual dan obral aurat bukan barang yang aneh lagi.
Tapi masalahnya lain, jika justru hal itu terjadi di negara yang dianggap sangat kental keagaamannya seperti halnya di Indonesia, akan ditemukan disana unsur-unsur pelanggaran birahi yang kental.
Munculnya dorongan seksual pada kaum remaja dipicu oleh perubahan dan pertumbuhan hormon kelamin sebagai akibat dari kematangan mental dan fisik free sex atau sex bebas, nampaknya sudah menjadi trend bagi remaja modern. Prilaku yang diadopsi dari prilaku remaja barat ini seolah mendapat pembenaran media. Terbukti saban hari tayangan mengenai free sex dan free love menjadi tema utama dalam sebagian besar film dan sinetron yang di tanyangkan televisi. Akibatnya, para remaja beranggapan seks bebas adalah hal yang lumrah diera modern ini.
Padahal sex bebas bukan saja merusak martabat manusia, tapi juga dengan sengaja mensejajarkan diri dengan binatang. Seks bebas atau zina sudah jelas dosa besar. Kehidupan muda-mudi tingkat SMA dan perguruan tinggi yang umumnya mengaku Islami. Menurut berbagai pemberitaan media, dan penuturan pakar seksologi, banyak dikalangan ini yang berobat karena kelemahan di kelaminnya sebagian sudah terjangkit penyakit seksual dan sebagain lagi baru gejala.
7.media sosisal dan gadget
pengaruh dari gadget gadget dan media sosial lainnya saat ini sangat berpengaruh terhadap kebudayaan indonesia ,yang mulai meninggalkan kebiasaaan kebiasaan lama, dan lebih kebarat baratan.
C. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Sebagai Solusi Menangkal Budaya Barat
Manusia Indonesia menempati posisi sentral dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga diperlukan adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara optimal. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam keluarga, hingga lingkungan sekolah dan masyarakat.
Salah satu SDM yang dimaksud bisa berupa generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk :
1) perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian,
2) transmisi cultural,
3) integrasi sosial,
4) inovasi, dan
5) pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja.
Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat 3 alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain :
1). Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti : memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia.
2). Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar.
3).Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral (Lickona, 1996 , P.1993).
Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khuDsusnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban eastenisasi (ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat dan lapisan social di Indonesia yang hedonis dan menelan peradaban barat tanpa seleksi yang matang.
Sumber:http://yulianovrina1.wordpress.com/2012/11/13/kebudayaan-barat-di-indonesia/
KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA
Kebudayaan islam di indonesia,islam mulai mempengaruhi kebudayaan indonesia mulai 1500m,banyak ulama berpendapat islam masuk ke indonesia melalui pedagang,dan banyak juga yang berpendapat lainnya,kali ini saya akan menjelaskan melalu beberapa refrensi yang saya kumpulkan.
A. Perkembangan Aksara dan
Seni Sastra (Kesusastraan)
Masuknya agama dan budaya
Islam di Indonesia sangat berpengaruh terhadap perkembangan seni aksara dan
seni sastra di Nusantara. Aksara dan seni sastra Islam pada awal
perkembangannya banyak dijumpai di wilayah sekitar selat Malaka dan Pulau Jawa,
walaupun jumlah karya sastra dan bentuknya sangat terbatas.
1. Aksara Masa Awal Islam
Tradisi tulis di Indonesia
diawali dengan penemuan prasasti Kutai yang berhuruf Pallawa, India. Pada
perkembangan berikutnya muncul aksara setempat yang berakar dari huruf Pallawa,
yaitu aksara Jawa dan Bali. Pada awal perkembangan Islam di Indonesia aksara
Arab digunakan dengan huruf Jawi (Melayu). Aksara-aksara tersebut makin
menambah keanekaragman Tradisi tulis di Nusantara.
2. Seni Sastra Masa Awal Islam
Masuknya Islam dan penggunaan
huruf Arab mampu mengembangkan seni sastra Islam di Indonesia. dilihat dari
bentuknya, sastra Islam di Jawa berbentuk tembang (syair), sedangkan di
Sumatra, selain bentuk syair juga ditemukan yang berbentuk gancaran (prosa).
Syair Islam tertua di Indonesia terpahat di sebuah nisan makam seorang putri
Raja Pasai di Minye Tujuh terdiri atas 2 bait, dan masing-masing bait berisi 4
baris.
Karya-karya sastra awal Islam
antara lain Bustanul Salatin yang ditulis oleh Nuruddin ar Raniri, seorang
ulama besar Aceh masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani. Hikayat Raja-Raja
Pasai karangan Hamzah Fansuri, Pustakaraja, Jayabaya, Paramayoga, karangan
R.Ng. Ronggowarsito. Sastra Gending, karangan Sultan Agung, dan masih banyak
lagi karya sastra Islam lainnya yang tidak diketahui pengarangnya (anonim).
Selain bentuk karya sastra
tersebut di atas, terdapat suluk, yaitu kitab yang bersifat magis dan berisi
ramalan-ramalan, seperti misalnya Suluk Sukarsa (berisi pengalaman Ki Sukarsa
mencari ilmu), Suluk Wijil (berisi wejangan-wejangan Sunan Bonang kepada
Wijil), Syair Perahu, Syair Si Burung Pingai, dan sebagainya. Juga terdapat
tarekat, yaitu jalan atau cara yang ditempuh kaum sufi untuk mendekatkan diri
pada Tuhan. Hal ini berkaitan dengan munculnya ajaran tasawuf di Indonesia.
Contoh tarekat, antara lain Qadariyah, Naqsyabandiyah, Syaftariah, dan
Rifa’iyah.
B. Perkembangan Pendidikan
Perkembangan pendidikan pada
masa Islam berjalan cukup pesat dibandingkan dengan masa Hindu. Hal itu
disebabkan untuk penyebaran Islam salah satunya digunakan saluran pendidikan.
Pada masa Islam, pengembangan pendidikan dilakukan dengan mendirikan pesantren.
Murid pesantren disebut santri. Di pesantren para santri mendalami agama Islam
dan beberapa pengetahuan tambahan untuk bekal hidup. Setelah menamatkan
pelajaran para santri kembali ke tempat asal. Di tempat asal mereka diwajibkan
untuk mengembangkan Islam. Pada masa pertumbuhan Islam di Jawa kita kenal Sunan
Ampel atau Raden Rahmat yang mendirikan pesantren di Ampel, Surabaya dan Sunan
Giri yang mendirikan pesantren hingga terkenal sampai Maluku.
C. Perkembangan Seni Bangunan
Akulturasi kebudayaan Islam
dengan kebudayaan Indonesia tampak pada seni bangunan, khususnya bangunan
masjid dan makam.
1. Bangunan Masjid
Akulturasi antara kebudayaan
Islam dan kebudayaan Indonesia, antara lain tampak pada seni arsitektur
bangunan masjid kuno. Arsitektur masjid kuno di Indonesia itu menunjukkan
ciri-ciri khusus yang berbeda dengan arsitektur masjid di negeri-negeri
lainnya. Arsitektur masjid kuno di Indonesia masih menonjolkan gaya arsitektur
pra-Islam. Hal ini terjadi karena bangunan masjid masih mendapat pengaruh
Hindu–Buddha.
Kekhususan gaya arsitektur
masjid kuno Indonesia, antara lain terdapat dalam bentuk atap bertingkat lebih
dari satu.
Masjid kuno Indonesia yang
mempunyai atap bertingkat merupakan kelanjutan dari seni bangunan tradisional
Indonesia lama yang mendapat pengaruh Hindu–Buddha. Ada beberapa bukti yang
mendukung pendapat itu, di antaranya Pertama, bangunan-bangunan Hindu di Bali
yang disebut wantilan atapnya juga bertingkat, Kedua relief yang ada di
candi-candi pada masa Majapahit juga menggambarkan bangunan atap bertingkat.
Beberapa contoh masjid kuno
yang memiliki atap bertingkat, di antaranya sebagai berikut: Bangunan masjid
beratap bertingkat satu, misalnya Masjid Agung Cirebon yang dibangun pada abad
ke-16, Masjid Katangka di Sulawesi Selatan dari abad ke-17, beberapa masjid di
Jakarta yang dibangun pada abad ke-18, seperti Masjid Angke, Masjid Tambora,
dan Masjid Marunda. Bangunan masjid beratap bertingkat tiga di antaranya tampak
pada Masjid Agung Demak dari abad ke-16, Masjid Baiturrachman Aceh yang
dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda, Masjid Jepara, masjid-masjid di
Ternate. Sedangkan bangunan masjid beratap bertingkat lima, misalnya Masjid
Agung Banten yang dibangun pada abad ke-16.
2. Makam
Masuknya kebudayaan Islam juga
berpengaruh besar terhadap bangunan makam. Bangunan makam pada orang yang
meninggal terbuat dari bata yang disebut jirat atau kijing. Di atas jirat,
khususnya bagi orang-orang penting didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup.
Makam para raja biasanya dibuat megah dan lengkap dengan makam keluarga serta
pengiringnya. Dengan demikian, kompleks pemakaman merupakan gugusan kijing yang
dikelompok- kan menurut hubungan keluarga. Antara makam keluarga satu dan
keluarga lain dipisahkan oleh tembok yang dihubungkan dengan gapura. Di dalam kompleks
pemakaman biasanya dibangun sebuah masjid sebagai pelengkapnya. Tempat
pemakaman biasanya terdapat di atas bukit yang dibuat berundak-undak. Hal itu
mengingatkan kita pada bangunan punden berundak pada zaman Hindu.
Bangunan makam yang berupa
jirat dan cungkup biasanya dihiasi dengan seni kaligrafi (seni tulisan indah).
Makam tertua di Indonesia yang
bercorak Islam adalah Makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik (1082). Makam
tersebut bercungkup dan dinding cungkupnya diberi hiasan bingkai-bingkai
mendatar mirip model hiasan candi.
D. Perkembangan Seni Tari dan
Seni Musik
Akulturasi pada cabang seni
tari dan seni musik terdapat pada beberapa upacara dan tarian rakyat. Di
beberapa daerah ada jenis tarian yang berhubungan dengan nyanyian atau
pembacaan tertentu yang berupa salawat. Bentuk-bentuk tarian itu, misalnya
permainan debus yaitu suatu jenis pertunjukkan kekebalan tubuh seseorang
terhadap senjata tajam. Pertunjukkan debus diawali dengan nyanyian dan
pembacaan Al-Qur’an atau salawat nabi. Permainan ini berkembang di bekas-bekas
pusat kerajaan, seperti Banten, Minangkabau, dan Aceh. Berikutnya adalah
Seudati yaitu tarian atau nyanyian tradisional rakyat Aceh. Pertunjukan ini
dilakukan oleh sembilan sampai sepuluh orang pemuda. Gerakan tarian itu, antara
lain berupa memukul-mukulkan telapak tangan ke bagian dada. Dalam tari Seudati,
pemain juga menyanyikan lagu-lagu tertentu yang isinya pujian kepada nabi
(salawat).
Selain seni tari, juga
berkembang seni musik yang berupa pertunjukkan gamelan. Pertunjukkan ini biasa
dilakukan pada upacara Maulud yang ditujukan untuk memperingati kelahiran Nabi
Muhammad SAW. Pada upacara Maulud, selain dinyanyikan pujian-pujian kepada Nabi
Muhammad SAW. juga diadakan pertunjukkan gamelan dan pencucian benda-benda
keramat. Upacara ini masih dilakukan di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.
Upacara Maulud di Yogyakarta dan
Surakarta disebut Garebeg Maulud. Di Cirebon upacara Maulud biasa disebut
Pajang Jimat. Pada upacara Maulud biasa diiringi dengan gamelan yang disebut
Sekaten dan dipertunjukkan untuk masyarakat umum.
E. Perkembangan Sistem
Pemerintahan
Sebelum kebudayaan Islam
datang, sistem pemerintahan pada kerajaan di Indonesia mendapat pengaruh budaya
Hindu–Buddha. Setelah agama Islam masuk dan berkembang di Indonesia lambat laun
berpengaruh juga terhadap sistem pemerintahan.
Sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan
Islam terutama di Jawa bersifat kosmologis, artinya setiap masyarakat yakin
adanya keserasian bumi dengan alam semesta yang mengelilinginya. Atas dasar
kepercayaan tersebut, raja dianggap sebagai penjelmaan Tuhan di dunia yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan.
Raja-raja di kerajaan Islam
umumnya bergelar sultan. Kekuasaan raja terbesar berpusat di kota kerajaan.
Kekuasaan itu akan makin mengecil jika daerah kekuasaan berada jauh dari ibu
kota.
Sumber :
Sh.
Musthofa, Suryandari, Tutik Mulyati. 2009. Sejarah 2 : Untuk SMA/ MA Kelas XI
Program Bahasa. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
0 komentar:
Posting Komentar